Bayangan Yang Dilindungi

Sepertibiasa, sepulang sekolah ak selalu melangkahkan kakiku untuk mencari nafkah.Berjalan sendiri menuju "Bengkel Jaya Abadi" tempat dimana aku bekerja. Rasadahaga aku tahan sejenak, karena aku tak ingin datang  terlambat ke bengkel. Setibanya, aku lihatsudah cukup banyak pengunjung yang mengantri. Aku melayani dengan kemampuanyang aku punya semaksimal mungkin. Tak terasa, jarum jam telah menunjuk kepukul 15.00 WIB. Ya, itu adalah pertanda waktu sholat 'ashar telah tiba.
"Beni, aku sholat dulu ya..! Kamu ngga' sholat ?", ucapkupada salah seorang temanku.                                    
 "Ah.. aku nanti sajalah... Kau sajadulu Damar !", ujarnya.                                                                                 
  "Yasudahlah, Assalamu'alaikum.."                                                                                            
 "Wa'alaikumsalam.."

Kubasuhwajahku dengan air wudhu, kusiramkan ke tangan dan kakiku, serta kuusapsebagian kepalaku dan tak lupa pula ku laksanakan sunnah wudhu denganmemasukkan air ke lubang hidung, mulut, serta telingaku. Ku masuk ke dalammasjid dan ku laksanakan sholat secara berjama'ah. Seusai sholat, aku duduktermenung di depan serambi masjid, mengingat pekerjaanku telah sebagiankuselesaikan. Tampak segerombolan gadis remaja berseragam putih abu – abudengan rambut panjang terurai. Mungkin merka seumuran denganku yang saat iniduduk di bangku kelas XI SMA. Mungkin juga masa remaja mereka tidak semurammasa remajaku. Waktuku tersita oleh hal – hal yang lebih penting daripadaberfoya – foya di luar sana. Karena selain bersekolah, aku juga harus membantumenghidupi ekonomi keluarga. Ayahku sudah meninggal sejak aku duduk di bangkukelas V SD. Dan ibuku hanyalah seorang penjual nasi uduk keliling serta masihada lagi adik perempuanku yang sekarang menjalani masa kelas III SD.

Disegerombolan anak remaja itu, tampak seorang gadis berjilbab yang jugamengenakan seragam putih abu – abu. Wajahnya tampak berseri, mata yang berbinarmampu meluluhkan hati ini. Senyum tulus yang terlihat di bibirnya membuatsuasana hatiku menjadi lebih damai. Ingin ku menyapanya, namun aku tak memilikicukup keberanian melakukan hal itu. Sejenak ku pejamkan mata dan berkata dalamhati, "Subhanallah... sungguh indah ciptaanmu, Ya Allah, hingga mampu menciptakanmanusia yang nyaris sempurna". Ku buka mata kembali. Namun, hanya ada segelintirkertas yang beterbangan tertiup angin. Sepi. Semua hilang. Kemana dia..? akukehilangan jejaknya. Kini, aku hanya bias berharap semoga suatu saat nanti kitadapat dipertemukan kembali.

Waktu semakin larut, guratan merah telah nampak di kaki langit. Aku pun pulangkembali ke rumah kontrakan yang selama ini aku tempati dengan keluargaku. Didepan rumah, tampak seorang wanita paruh baya menyambut kedatanganku dengansenyuman penuh kasih sayang. Itu ibu. Setelah cukup lama aku bercengkramadengan ibu, aku memutuskan untuk beristirahat. Ku rebahkan tubuhku diatas papankayu yang beralaskan anyaman janur. Tak lama kemudian mataku terpejam dankeadaan pun berubah menjadi tenang dan sunyi. Hanya suara cicak yang berdecakmenemaniku di malam ini.
Keesokanharinya aku berangkat menuntut ilmu di SMAN 21 Surabaya, tempat dimana akubersekolah selama 2 tahun terakhir. Bel sekolah pun bordering dan aku langsungmemasuki ruangan kelas XI IPA I.
"Assalamu'alaikum, Selamat Pagi anak – anak !", sapa PakRachmad selaku guru Bahasa Inggris.                 
"Wa'alaikumsalam..pagi juga Pak..!"                                                                                                                                  
  "Hari ini kita kedatangan siswi baru, semoga kalian dapat menyambut kedatangannyadengan baik. Ayo, silahkan masuk !"

Semua teman – teman merasasangat penasaran ketika menunggu sisiwi baru itu masuk ke dalam kelas. Berbedadenganku, aku sama aekali tak pebasaran, bahkan aku cenderung menundukkankepalaku dan hanya sibuk dengan bolpoint dan kertas yang ada di depanku.
"Perkenalkan nama saya Zila Azalia, biasa di panggil Zila,"terdengar suaranya yang lembut memperkenalkan diri.                                                                                                                                                                     
    "Oh.. nama yang bagus ! Kalau boleh saya tau, apa arti dari nama kamu?"                         
"Zila Azalia diambil dari bahasa Ibrani, Pak. Zila artinya bayangan danAzalia artinya yang dilindungi."   
"Jadi, Bayangan yangDilindungi. Ehm.. ya sudah, sekarang kamu boleh duduk." 
"Baik, Pak."

Aku masih dalam posisi menundukkan kepala. Dan tiba – tiba ... "Maaf, bolehkah akududuk disini ?", sapa seorang gadis tadi. "Engg... ehhh.. boleh – boleh..",sahutku canggung. Subhanallah.. aku melihat seorang wanita yang sangat akurindukan. Wanita yang sama ketika aku temukan di depan masjid. Ooohh....

2 bulansudah aku berteman baik dengan Zila. Aku sudah cukup mengenal seorang Zila.Gadis yang selama ini aku dambakan. Hingga akhirnya aku tau, bahwa dia adalahputrid tunggal dari Pak Hermawan, pemilik bengkel tempat dimana aku bekerja.Beliau pun telah mengetahui tentang kedekatanku dengan putrinya. Sampai padaakhirnya, Beliau memberiku kepercayaan kepadaku. Di bengkel, aku ditempatkansebagai pengelola keuangan. Aku merasa tak percaya, karena aku masih terlaludini  untuk menerima tanggung jawab ini.
"Hei, Din...! Lihat Damar, sombong sekali dia. Baru diberitahta seperti itu saja, sudah sok !", gumam Beni kepada Udin.                                                                                                                                                                    
 "Halah... Ben ! sok darimana ? Orang Damar biasa – biasa aja kok., sahutUdin.                                                               
 "Hmm.. terserahlah, poko'nya dia itu sok", cletuk Beni kembali.

Telinga terasa panas mendengar celotehan Beni. Aku memang sudah merasa dari awal, bahwadia tak pernah suka dengan kehadiranku di bengkel ini. Dia selalu mencoba untukmenfitnahku di dep-an teman – teman yang lain bahkan di depan Pak Hermawan.Namun, biarlah ! aku sudah terbiasa dengan kondisi seperti ini. Harga diriyang selalu terinjak – injak. Aku serahkan semuanya pada Allah karena hanyaAllah yang tau mana yang terbaik untuk mahluk-Nya.

"Haii...!!", suara Zila memecahkepeningan yang menggelayuti hati. "Oh, Hai juga..!", jawabku singkat."Bagaimana setelah ini, apa jadi kamu memperkenalkanku pada ibumu ?", "Pastijadilah..", sahutku dengan yakin. Aku dan Zila pun beranjak dari bengkel dansegera manuju ke rumah kontrakanku.
"Assalamu'alaikum...! Ibu, Damar datang.."                                                                                                                            
 "Oh...Wa'alaikumsalam..! Eh, ada tamu, ayo Nak silahkan masuk !", sambut iburamah.                                         
 "Iya, Bu. Terima kasih.." tanggap Zila yang dari tadi terdiam.                                                                                                    
 "Ibu,Damar ganti baju dulu ya..!"                                                                                                                                        
  "Iya, cepat sana..!"                                                                                                                                                                          
 "Siap, Bu..!", sambil meninggalkan Ibu dan Zila yang duduk di ruang tamuyang cukup sempit ini.
"Ehmm.. ini pasti nak Zila, yaa.?"                                                                                                                                                   
  "Iya, benar Bu..! Ibu bagaimana bisa tau ?"                                                                                                                                             
   "Iya,Nak...! Damar selalu menceritakan tentang kamu. Wahh, ternyata memang betul ya.Zila ini orangnya cantik."                            "Oh..tidak  juga Bu..!", wajah Zila memerahpertanda jika dia merasa tersipu malu.

Setelah cukup lama Zila bebrbincang dan menikmati hidangan yang disuguhkan oleh Ibu, aku mengantar Zila untuk pulang ke rumah. Karena dari raut wajahnya yang mulaipucat pasi, menandakan bahwa dia sudah kelelahan. Debgan motor yang ada, kubonceng Zila. Di sepanjang perjalanan, Zilatak mengeluarkan sepatah kata pun,mungkin dia tertidur, pikirku. Sesampainya, di depan pintu gerbang rumah Zila,aku mencoba untuk membangunkan dia, yang memang aku kira tertidur. 3x akupanggil namanya, tak ada sahutan dari dia. Ku membalikkan badanku, dan....
"Astaghfirullah...!! Zila.. Zila.. kamu kenapa Zila..?",keluar banyak darah dari hidung Zila. Dan mata Zila masih tertutup rapat. Aku menggotong tubuh Zila untuk membawanya masuk ke dalam rumah.         
"Assalamu'alaikum.. Pak Hermawan !",dengan volume suara yang cukup tinggi ku panggil Ayah Zila.

Seketika itu,terdengar sahutan dari dalam.                                                                                                                                        
    "Iya, Wa'alaikumsalam..! Masya Allah.. ada apa ini Damar ?"                                                                                    
       "Maaf, Pak. Saya juga tidak tau, ketika sampai disini, Zila sudahseperti ini."                                                                   
    "Yasudah, ayo bawa masuk dan saya akan menelfon dokter pribadi Zila."

Suasanamenjadi semakin panik.  20 menitkemudian, dokter  pribadi Zila datang danlangsung naik ke lantai 2, tepatnya menuju ke ruangan kedua dari kiri tangga.Setelah beberapa saat, dokter pun keluar.
"Dok, bagaimana keadaan anak saya ?"                                                                                                                                
 "Ehm.. maaf Bu.! Saya sudah berusaha semaksimal mungkin. Namun, Tuhanberkata lain. Zila telah kembali ke sisi-Nya", terang dokter.                                                                         
   "Innalillahi wa inna ilaihi roji'un..", ucapan tarji' teerlontar dari bibirku, Pak Hermawan, dan Bu Hermawan.
Denganspontan, Bu Hermawan terjatuh pingsan. Pak Hermawan pun masuk ke dalam kekamarnya untuk membawa istrinya. Sedangkan aku, aku sangat merasa bersalahdengan kepergian Zila. Aku sungguh tak mengerti mengapa semua ini bias terjadi? Buat aku, ini semua  terlalu cepat dan tiba – tiba. Aku memang lelaki tak berguna. Lelaki macam apa aku in ? Bahkanintuk melindungi wanita yang aku sayang saja aku tak sanggup.

Pagi harinya, aku turut serta mengantar jenazah Zila ke pemakaman. Disana, terlihatbanyak sekali yang datang untuk ikut mengantar kepergian Zila menghadap SangKuasa. Untuk pertama kali aku meneteskan air mata pada seorang wanita lainselain ibuku. Usai pemakaman, aku tak segera beranjak dari makam Zila. PakHermawan terlihat menghampiriku dan memberiku sebuah surat dengan amplop warnamerah jambu bertalikan dari serat pohon.
"Damar, sebelum Zila meninggal , dia telah berpesan kepadasaya, bahwa dia ingin menyampaikan surat ini padamu, ketika dia telah tiada."                                                                                                                                        
 "Oh,kalau begitu terima kasih, Pak."                                                                                                                                          
 "Iya,sama – sama", sambil menepuk  pundakku,seraya meninggalkanku.
Denganhati penasaan dan penuh rasa dilema, aku buka dan ku baca isi surat ituperlahan – perlahan. Kertas berwarna dasar merah jambu dan tinta berwarnakeemasan. Itulah kesan yang pertama kali aku lihat ketika membuka surat itu.

"DearDamar,
Mungkin, waktu kamu baca suratini, aku telah tiada. Kamu pasti ngga' tau apa yang sebenarbya aku alami. Akusakit Kanker otak. Dokter telah memvonisku, bahwa aku tak dapat bertahan hiduplama. Maaf, aku ngga' pernah cerita sama kamu. Ini adalah surat terakhir dariku.Matahari yang terbit bias terbenam. Bulan dan bintang yang muncul pun dapathilang. Bumi yang kita tempati ini, kelak juga akan ditarik kembali oleh SangPencipta. Apalagi aku, yang hanya manusia biasa yang mau tiak mau nyawa yangaku miliki pasti diambil, jantungku yang berdetak akan diberhentikan. Semogamakna yang terkandung dalam namaku selalu menyertaimu. 'Zila Azalia – Bayanganyang Dilindungi'. Dimana setiap ada bayanganmu, disitu Allah akan selalumelindungimu. Hapus air matamu. Karena aku tak kan mampu bangun untuk menhapusair matamu. Jangan Lupakan Aku, Sahabatku .. !
Sahabatmu,
ZilaAzalia

Mulutkubergetar, aku terdiam seribu bahasa. Hanya air mata dan air mata yang dapatberbicara. Di tengah pemakaman hanya tersisa seorang diri. Seorang anak manusia yang telah terpuruk karena kepergian seorangsahabat terbaiknya dan sekaligus orang yang dicintainya. Aku hanya bisaberucap, "Do'aku selalu menyertaimu...Bayangan yang Dilindungi"


*** SEKIAN ***

0 komentar:

Posting Komentar